Popular Post

Posted by : Unknown Kamis, 28 Mei 2015

“Pengabdian Sosial Anak MP” atau Pesona MP, itulah tema untuk MP Runaway tahun ini. Mengambil tempat di Kampung Cioray, Desa Leuwikaret, Kecamatan Klapanunggal, Bogor, MP Runaway tahun ini diikuti setidaknya 60 peserta & panitia.



MP Runaway merupakan event tahunan yang rutin diadakan oleh Hima MP, sebagai bentuk pengabdian sosial mahasiswa MP. Mengapa jauh-jauh, kalau yang dekat masih banyak? Karena esensi acara ini, selain pengabdian masyarakat, juga untuk mencari sensasi hidup di daerah terpencil. Hal ini akan menyadarkan kita semua, bahwa hidup yang kita miliki amat patut kita syukuri. Memupuk rasa kepedulian dan kesadaran akan kondisi tanah air tercinta. Jadilah konsep acara Runaway, pengabdian sosial di daerah terpencil.
Cioray, kampung yang terletak di daerah penambangan semen PT Indocement ini begitu mempesona. Perjalanan dimulai di hari Jum’at, 23 Mei 2014. Berangkat dengan menggunakan dua mobil Tronton TNI AL, kami memulai perjalanan dengan semangat, dan penuh doa. Dilepas oleh Pembina Hima MP, Ibu Desi Rahmawati, antusiasme begitu memuncak diantara para peserta.
Keadaan di dalam Tronton 2
Tak lama, sekitar dua jam perjalanan, kami sampai di desa Leuwikaret, pos terakhir sebelum menapaki jalan setapak menuju Cioray. Berhubung saat itu Jum’at, kami memutuskan untuk sholat Jum’at terlebih dahulu sembari melepas lelah, mempersiapkan diri untuk menaklukan medan yang katanya cukup ekstrim.
Setelah sholat & mempersiapkan perbekalan, kami siap untuk berangkat! Sebelumnya, kami sempat menanyakan penjaga warung mengenai Cioray. “Wah, jaauuuhhhh. Saya aja belom pernah kesana.” sahut Ibu tersebut. Semakin tertantang untuk segera memulai perjalanan yang katanya hanya 6 kilometer itu. Dimulai dengan membaca do’a, kami siap untuk beraksi!
200 meter pertama, jalan masih landai dan bersahabat. Hanya tanah becek yang menjadi sedikit hambatan untuk kami. Namun satu kilometer selanjutnya, tiba-tiba jalan berubah secara drastis. Tanjakan berbatu dengan kemiringan yang bahkan mencapai sekitar 60-70 derajat memaksa kami untuk terengah-engah. Belum ada 500 meter, banyak peserta yang sudah beristirahat. Super sekali!
Perlahan tapi pasti, kami meniti jalan berbatu yang bervariasi. Kadang ada turunan, namun lebih banyak tanjakan. Sampai sekitar 3-4 jam perjalanan, seluruh peserta dan panitia berhasil mencapai Cioray. Ada yang masih segar bugar, ada juga yang hampir tepar. Namun alhamdulillah perjalanan pergi berjalan dengan lancar dan aman, walau terseok-seok.
Sampai disana, kami dibagi menjadi 9 kelompok untuk menempati rumah-rumah warga yang berbeda. Banyak canda tawa, ada juga yang masih kelelahan. Kami sampai di Cioray menjelang maghrib. Sempat juga hujan menjadi kendala yang cukup merepotkan, karena tanah kering diantara batu-batu menjadi sangat licin untuk dipijak. Alhasil, kami tidak banyak beraktivitas di hari pertama. Beristirahat, melepas lelah sambil mengobrol asik dengan warga asli disana. Komposisi bahasa penduduk disana mayoritas 60% sunda, dan 40% Indonesia. Anda akan kesulitan berkomunikasi jika tidak mahir berbahasa Sunda.
Sedikit informasi yang kami dapat, sejak 4-5 tahun yang lalu, hama babi hutan (celeng) menyerang kampung ini. Hampir seluruh warga bermata pencaharian sebagai petani dan tukang kebun. Alhasil, penghasilan mereka hampir tidak ada, bahkan cenderung merugi. Babi disana dapat mencapai berat 1 kwintal, alias 100 kilogram. Pohon pisang pun dapat mereka rubuhkan. Jahe, padi, dan tanaman lainnya tak luput dari sasaran hama babi hutan. Sudah dilakukan beberapa upaya untuk menangani hal tersebut, namun permasalahan yang ada belumlah tuntas.
Hari kedua, agenda utama kami adalah bertemu dengan adik-adik MI Hidayatul Islam, sekolah dasar satu-satunya di kampung ini. Selain akan belajar dan bermain bersama, kami berencana untuk sedikit banyak merenovasi keadaan sekolah tersebut. Jika dilihat dari luar, infrastrukturnya terbilang cukup baik & kokoh. Namun keadaan kelasnya cukup memprihatinkan, dengan kondisi cat yang sudah sangat kotor dan lantai yang belum dipasangi keramik.

Kedatangan kami disambut dengan hangat oleh jajaran tenaga pendidik MI Hidayatul Islam, yang juga telah mempersiapkan murid-muridnya untuk ikut dalam kegiatan kami. Sungguh, kami sangat marah jika masih ada pemuda yang apatis dalam membangun negeri ini. Bangsa ini begitu besar, dengan segala pesona alam dan keramahan penduduknya. Jadilah orang hebat, agar anda semua mampu membuat senyum di wajah adik-adik kita, generasi penerus bangsa. Senyum itulah, ya, senyum itulah yang memberi kami alasan, semangat, untuk bermimpi tinggi membangun peradaban bangsa yang besar!
Pembelajaran belangsung seru, dengan segala riuh yang terjadi di dalam kelas. Anak-anak begitu antusias mengikuti kegiatan. Ada yang bernyanyi, tebak-tebakan, main puzzle, dan lainnya. Panitia & peserta pun tak kalah antusias, semangat mereka memuncak ketika melihat senyuman di wajah adik-adik kecil kita.
Setelah asyik bermain, waktunya pulang nih. Eits, tapi dibagikan bingkisan dulu yaa buat adik-adik. Isinya ada buku, tempat pensil, alat tulis, dan sebagainya. Sederhana memang, tapi semoga bisa menjadi hal yang bermanfaat ^^ Penyerahan simbolis kepada Kepala Sekolah MI Hidayatul Islam, Pak Ukat, oleh dosen Manajemen Pendidikan, Ibu Dr. Siti Zulaikha, S.Ag, M.Pd. Hidup Mahasiswa, Hidup Pemuda Indonesia!!

Selanjutnya, pekerjaan berlanjut kepada pembuatan lemari buku dan pengecetan ruang kelas, serta bersih-bersih kelas. Sampai sekitar jam 6 sore kami merenovasi kecil-kecilan salah satu kelas dengan kondisi terparah. Alhamdulillah, hasil yang didapat cukup memuaskan.
Malamnya, setelah makan malam bersama, kami bertemu dengan seluruh warga di balai desa. Ibu Zulaikha memberikan sambutan dengan bahasa campuran, untuk menjelaskan tujuan dari kedatangan kita. Beliau juga berpesan agar warga Cioray terus menyekolahkan anaknya, karena pendidikan merupakan kunci dari kemajuan masyarakatnya. Diselingi dengan candaan, pertemuan di balai desa terasa hangat. Terlepas dari ketidaktahuan kami terhadap seluruh warga, entah kenapa, kami merasa memiliki ikatan persaudaraan yang kuat. Mungkin, satu nusa, satu bangsa.
Hari ketiga, agenda masing-masing kelompok adalah mengikuti aktivitas warga rumah masing-masing. Ada yang ikut berkebun, ada yang main ke gua, ada juga yang masih membereskan pekerjaan di madrasah. Semuanya bebas melakukan aktivitas. Sampai pukul 10.00 pagi, kami sudah harus bersiap-siap untuk perjalanan ke bawah.
Sedih memang, harus meninggalkan kampung yang indah ini. Pesona alamnya yang sungguh menawan, ditambah taburan bintang di langit malam. 3 hari yang sempurna. Sedih memang, belum bisa banyak berkontribusi untuk masyarakat di kampung ini. Hanyalah beberapa hal sederhana yang dapat kami lakukan. Sedih memang, harus berpisah dengan warga. Terlebih, dengan pemilik rumah yang telah berbagi banyak cerita bersama kami. Berpisah dengan adik-adik yang telah menyambut kami.
Apa yang kami lakukan memang tidaklah besar. Namun, itu hanyalah sebuah permulaan. Permulaan, akan sebuah mimpi besar yang jauh mengangkasa. Mimpi, untuk menjadikan senyuman-senyuman itu terus berseri. Mimpi, untuk membangun sebuah bangsa yang besar. “Ketika kau bermimpi, maka bermimpilah setinggi langit. Karena jika engkau belum mampu menggapainya, engkau akan jatuh di tumpukan bintang.”
Selamat tinggal Cioray, Jika ada sumur di ladang, bolehlah kami menumpang mandi. Jika umurku panjang, bolehlah kita berjumpa lagi.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © BLOG HIMA MP - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -